Sabtu, 06 Februari 2016

RUU KPK Memperumit Penyadapan, Koruptor Lihai Bisa Lolos


RUU KPK Memperumit Penyadapan, Koruptor Lihai Bisa Lolos

RUU KPK Memperumit Penyadapan, Koruptor Lihai Bisa Lolos

Jakarta - Ada pihak yang meminta agar RUU KPK ditunda hingga pembahasan KUHP dan KUHAP selesai. Namun ada juga yang meyakini revisi UU tersebut tak perlu dilakukan sama sekali karena isinya bisa memperlemah KPK.

"Cuma 3 hal sederhana, bahwa nuansanya ahistoris, kedua juga bukan berdasarkan itikad baik atau itikad buruk yang digunakan, ketiga juga bukan untuk menguatkan pemberantasan korupsi. Sehingga menurut kami ini sangat perlu ditolak, bukan hanya ditolak saja tapi diberhentikan pembahasannya," ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum YLBHI, Julius Ibrani, dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakpus, Sabtu (6/2/2016).

Julius juga mendorong Presiden Jokowi untuk tidak mengeluarkan supres (Surat Presiden), apalagi memerintahkan menterinya untuk ikut membahas revisi tersebut.

"Kami bisa pastikan jika revisi UU yang substansinya adalah terkait dengan dewan pengawas, penyadapan, penyelidik dan penyidik independen serta mekanisme penindakan betul-betul dikebiri, itu ke depannya akan banyak korupsi di Indonesia. KPK tidak mampu lagi menjerat koruptor-koruptor yang lihai dan handal dan bisa kita katakan catatan sejarah akan menjelaskan bahwa Jokowi menjadi presiden yang mendukung pengkebirian terhadap KPK," kata Julius.

Penyadapan diatur detil di pasal 12 hingga huruf F. Penyadapan ini padahal salah satu tulang punggung KPK dalam menangkap para koruptor. Dalam salah satu poin revisi disebutkan, penyadapan tidak lagi semudah di UU asli melainkan harus disertai bukti awal dan izin dewan pengawas.

- Pasal 12 A
* Ayat 1 huruf a, penyadapan dilakukan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup, dan di huruf b, penyadapan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar